Jumat, 26 Februari 2010

Semua Karena Jasa Cacing

Semua Karena Jasa cacing
Ignatius Sumarwoko tak berharap banyak ketika menanam padi. Ia menyadari kondisi tanahnya, di Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyajarta, amat tandus, miskin hara, dan kering. Oleh karena itu menanam padi di desanya hanya usaha sampingan. Namun, ia mampu memanen 2,6 ton gabah kering dari lahan 8.000 m2.
Angka itu memang jauh di bawah produktivitas rata-rata padi organik di lahan subur yang berkisar 7 – 8 ton /ha. Namun, bagi Igantius Sumarwoko biasa dipanggil Woko hasil itu menggembirakan. Pasalnya, tanah yang ditanaminya itu miskin hara akibat ditanami tebu dan penggunaan pupuk kimia terus-menerus selama 20 tahun. Saat petani lainnya puso pada Juni 2006, ia malah memetik 8 kuintal gabah kering dari lahan 6.000 m2.
Dengan harga jual beras organik Rp. 7.500,- per kg, pria kelahiran 18 Oktober 1959 itu menangguk pendapatan Rp. 15 juta. “Rendemennya cukup tinggi, dari 2,6 ton gabah menjadi 2 ton beras,” tutur Sumarwoko. Bulir padi berukuran padat, bernas dan lebih besar. Padahal, biasanya dari volume yang sama ia hanya memperoleh 650 kg beras. Produksi dan rendemen padi itu meningkat setelah Sumarwoko menggunakan Kascing alias Kotoran cacing.
Untuk lahan 8.000 m2, ia menambahkan 1,2 ton Kascing setelah pengolahan tanah dan sebelum penanaman. Dengan harga kascing Rp. 15.000 per 20 kg, ia memang menggelontorkan dana Rp. 900.000. bandingkan ketika ia belum menggunakan kascing, Woko menghabiskan 6 kuintal pupuk kimia senilai Rp. 600.000. Setelah memanfaatkan vermikompos alias kascing biaya produksi memang lebih besar, tetapi laba bersih yang ditangguk kian besar.
Ia memanfaatkan kascing pertama kali pada November 2005 untuk mengembalikan kesuburan tanah yang miskin hara. “Saya tak mengharapkan hasil tinggi. Yang penting tanah subur dulu,” kata Woko. Ia kaget produksi padi meningkat 1,5 kali lipat. Sejak itulah ia rutin memanfaatkan kascing untuk budidaya padi organik. Produksi komoditas lain seperti ubijalar dan jagung yang dibudidayakan dengan kascingpun hasilnya melonjak.
Meningkat
Lain lagi pengalaman Ata, pekebun di Cilubang Tonggoh, Kabupaten Bogor, jawa Barat. Penanaman ubijalar dan jagung yang menggunakan kascing hasilnya melambung tinggi. “Ukuran umbi-umbijalar lebih besar, hingga 2 kali lipat,” tutur Ata. Padahal semula Ata ragu saat ditawari kascing. Saat itu ia menganggap harga beli kascing Rp. 17.500 per 20 kg terlalu mahal. Lagi pula ia tak yakin produksi tanaman maksimal. Setelah produsen kascing siap menanggung kerugian, ia membagi dua lahannya masing-masing seluas 600 m2.
Pupuk untuk masing-masing lahan itu berbeda. Di lahan A sebut saja begitu, ia menebar 200 kg kascing; lahan B, pupuk kimia. Tanah langsung ditanami bibit ubijalar Ipomoea batatas dan disirami hingga basah.
Pada bulan pertama, pertumbuhan tanaman di lahan B lebih pesat ketimbang ubijalar yang dipupuk kascing. Namun pada bulan ke-2, tanaman yang dipupuk kascing tumbuh pesat. Yang meng-gembirakan bobot ubijalar di lahan A mencapai 1,6 kg per tanaman atau total 1,2 ton; lahan B, tak lebih dari 1 kg per tanaman atau 7 kuintal.
Penggunaan kascing pada budidaya jagung juga meningkat-kan produksi hingga 40%. “Selain ukuran tongkol lebih besar, rasanya lebih manis,” kata pria 59 tahun itu. Bagaimana duduk perkara produksi melonjak setelah tanaman diberi Kascing ? Menurut ahli budidaya tanaman Ir Yos Sutiyoso, tingkat kepadatan bahan organik termasuk vermikompos sangat rendah. Sebagai gambaran, 1 m3 kascing setara 100 kg. Bandingkan dengan tanah yang mencapai 800 – 1.300 kg.
Karena kepadatan rendah, tanah menjadi remah, dan kaya oksigen. Sumarwoko dan Ata sepakat tanah mereka menjadi lebih gembur setelah dipupuk kascing. Rongga-rongga pupuk kotoran cacing itu juga mampu menahan air 40 – 60%. Yos Sutiyoso mengilustrasikan: orang yang berlari di tanah lapang lebih mudah dan lebih cepat. Sebaliknya, jika berlari di area yang padat dan penuh rintangan lebih sulit dan lebih lambat. Orang yang berlari itu adalah akar, sementara area padat dan rintangan adalah tanah nonporous, sangat padat. Sebaliknya tanah remah yang diberi kascing ibarat area lapang.
Kaya Nutrisi
Dampaknya akar tanaman lebih leluasa mencari unsur hara. Di ujung akar terdapat rambut akar yang panjangnya 2 cm. Jika tanah padat dan di sekelilingnya miskin hara, rambut hanya mampu bertahan 2 hari. Sebaliknya, jika tanah remah dan kaya nutrisi, rambut akar bertahan hingga 2 pekan. Karena pasokan nutrisi memadai, per-tumbuhan pun cepat. Hasil akhir dari kondisi itu adalah pening-katan produksi.
Selain itu, kascing pun mengandung humus yang kaya asam humik, asam fultik, dan humin yang mampu menjaga kelembapan dan kegemburan tanah. Berdasarkan riset Norman Q seperti dinukil oleh European Journal of Soil Biology, mengungkapkan produksi lada yang diberi ekstrak asam humik dari vermikompos lebih banyak dibanding yang berasal dari asam humik komersial.
“Makin tinggi kadar asam humik, makin subur tanah itu,” ujar Dr Ir Mashur Ms, ahli tanah dan peneliti vermikompos di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Azotobacter sp, bakteri penambat nitrogen non-simbiosis yang mengandung vitamin dan asam pantotenat, membantu memperkaya nitrogen dalam vermikompos. Dengan segala kelebihan itu, vermikompos salah satu pilihan untuk menjaga tanah gembur, meningkatkan produksi tanaman, dan mendongkrak laba. Semua itu Karena Jasa Cacing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar